OBESITAS JADI ANCAMAN

Prevalensi penduduk dengan berat badan berlebih dan obesitas terus meningkat. Jika tak segera ditangani secara komprehensif, hal itu akan membebani pembangunan dan ekonomi bangsa.
Kegemukan dan obesitas terjadi akibat tak seimbangnya jumlah asupan kalori ke tubuh dengan kalori yang dibakar lewat aktivitas fisik. Hal itu membuat pencegahan obesitas pada anak menjadi penting. Meski Pemerintah berhasil menekan prevalensi kegemukan anak balita, obesitas pada orang dewasa naik.
Pada anak, obesitas banyak muncul saat anak duduk di bangku sekolah dasar. Menginjak remaja yaitu SMP-SMA, mereka mulai memperhatikan bentuk tubuh sehingga prevalensi obesitasnya turun. Namun, tak jarang remaja terjebak dalam diet yang membahayakan diri.
“Selain akibat kalori dari karbohidrat dan lemak berlebih, anak umumnya mengalami obesitas karena kurang gerak,” ujar Ketua Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Damayanti Rusli Sjarif di Jakarta, Rabu (23/1/2019).
Hari Gizi Nasional yang jatuh setiap tanggal 25 Januari bisa jadi momentum mencegah diabetes pada anak lewat diet dan aktivitas fisik memadai. Dalam keseharian, anak Indonesia banyak mengonsumsi makanan tinggi lemak dan garam serta minuman tinggi gula. Disaat bersamaan, kemajuan teknologi digital dan gawai membuat anak minim aktivitas fisik.
“Aktivitas fisik jadi komponen utama energy expenditure (pengeluaran energi), yakni 20-50%,” tulis Ayu Aprilia dalam, “Obesitas Pada Anak Sekolah Dasar” di Majority, jurnal kedokteran Universitas Lampung, Juni 2015.
Penting sekali untuk melakukan pencegahan obesitas pada anak dikarenakan 75% anak gemuk akan jadi obesitas saat dewasa serta berisiko tinggi terkena penyakit, bahkan sampai dengan kematian yang diakibatkan penyakit kardiovaskular dan diabetes. Kegemukan pada anak memicu kian besarnya beban pada otot dan tulang rangka.
Saat ini, Pemerintah bisa menekan prevalensi gemuk pada anak balita dari 11,9% di tahun 2013 menjadi 8% pada tahun 2018. Namun hal itu jauh dari batas yang ditetapkan WHO pada 2010 bahwa suatu negara tak memiliki soal gizi jika anak balita gemuknya kurang dari 5%. Sehingga dibutuhkan kerja keras dari banyak pihak, baik itu dari Pemerintah maupun warga. Kini ada Surat Keputusan Bersama 4 Menteri tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kesehatan Sekolah/Madrasah guna mendorong mutu kesehatan siswa di sekolah. Kenyataannya, hanya sekolah yang bisa menyediakan jajanan sehat di sekolah dan aktivitas fisik luar ruang.
Penurunan angka stunting atau anak balita bertubuh pendek akibat kurang gizi kronis yang digarap banyak kementrian beberapa tahun terakhir dapat menjadi contoh. Dengan penanganan komprehensif, obesitas pada anak bisa diatasi.
Diringkas dari Artikel berjudul “Obesitas Jadi Ancaman” pada harian Kompas, Kamis, 24 Januari 2019